Ilmu, Amal, Ikhlas…. (WestCoast TeleHalaqah)

CINTA KEPADA ALLAH  (MAHABBATULLAH)

Disampaikan pada 30 November 2010

Kecintaan kepada Allah sebagai dasar untuk menjadikan amal yang saleh dan ibadah yang shahih. Amal tanpa didasari cinta akan merosakkan amal yang dikerjakannya, tetapi sebaliknya apabila amal berdasarkan cinta akan menghasilkan amal saleh yang akan dihayati dengan mendalam. Ibadah kepada Allah perlu didasari kecintaan. Cinta kepada Allah maka akan rela dan ikhlas melaksanakan semua perintahNya. Bahkan dengan cinta, rela mengorbankan jiwa dan harta untuk mengikuti perintah yang kita cintai.

Cinta akan mempengaruhi kehidupan seseorang, baik cinta kepada Allah atau bukan kepada Allah. Cinta bukan kepada Allah sering membawa kepada cinta buta yang tidak dapat dikendalikan sedangkan cinta kepada Allah akan membawa kepada kedamaian dan ketenangan. Cinta kepada makhluk membawa kepada ketidakpastian, penasaran dan kesenangan semu. Cinta kepada sesuatu benda akan hapus apabila benda tersebut hilang atau rosak, manakala cinta kepada Allah kekal dan abadi. Cinta kepada seseorang membawa kepada kehanyutan perasaan yang terkadang membawa kita emosional, manakala cinta kepada Allah akan membawa ketenteraman jiwa. Kita dibolehkan cinta kepada manusia (kepada orang tua, anak, isteri, dan keluarga) atau benda asalkan di bawah darjat kecintaan kepada Allah:

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdaganan yang kamu khuatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusannya” dan Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang fasik. (9:24)

Cinta yang bukan kepada Allah biasanya didasari oleh syahwat dan cinta kepada Allah didasari oleh iman. Syahwat akan mengendalikan diri kita dan bahkan kita memperturutkan syahwat yang dapat membahayakan diri kita. Manakala iman akan membawa kebaikan. Cinta memiliki beberapa ciri di antaranya adalah selalu ingat, mengagumi, rela, siap berkorban, takut, mengharap dan mentaati.

Sewaktu masih kecil Husain (cucu Rasulullah Saw.) bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: “Apakah engkau mencintai Allah?” Ali ra menjawab, “Ya”. Lalu Husain bertanya lagi: “Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?” Ali ra kembali menjawab, “Ya”. Husain bertanya lagi: “Apakah engkau mencintai Ibuku?” Lagi-lagi Ali menjawab,”Ya”. Husain kecil kembali bertanya: “Apakah engkau mencintaiku?” Ali menjawab, “Ya”. Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, “Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?” Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: “Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah”. Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. *”(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” *(QS. 5: 54).

Menurut Sang Hujjatul Islam ini kata *mahabbah* berasal dari kata *hubb *yang sebenarnya mempunyai asal kata *habb* yang mengandung arti biji atau inti.

Cinta memang identik dengan pengorbanan, bahkan dengan mengorbankan jiwa dan raga sekalipun. Hal ini sudah di buktikan oleh Nabi Muhammad Saw., waktu ditawari kedudukan mulia oleh pemuka Quraisy asalkan mau berhenti berdakwah. Dengan kobaran cintanya yang menyala-nyala pada Allah Swt., Rasulullah mengatakan kepada pamannya: *”Wahai pamanku, demi Allah seandainya matahari mereka letakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku supaya aku berhenti meninggalkan tugasku ini, maka aku tidak mungkin meninggalkannya sampai agama Allah menang atau aku yang binasa”. *

Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: *”Ada hamba yang beribadah kepada Allah karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah Swt, itulah ibadahnya orang mukmin”*. Seorang pecinta akan berhias wangi dan rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya.  Mencintai Allah Swt. bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar di seluruh ufuk alam semesta.

Ada banyak tanda yang harus kita tunjukkan sebagai bukti kecintaan kita kepada Allah swt.

1. Banyak Berzikir

Secara harfiyah, zikir bertinya mengingat, menyebut, menuturkan, menjaga, mengerti dan perbuatan baik. Orang yang berzikir kepada Allah Swt bererti orang yang ingat kepada Allah Swt yang membuatnya tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya. Ini bererti zikir itu bukan sekadar menyebut nama Allah, tapi juga menghadirkannya ke dalam jiwa sehingga selalu bersama-Nya yang membuat kita menjadi terikat kepada ketentuan-ketentuan-Nya.

Bagi seorang muslim, berzikir merupakan hal yang amat penting, kerananya satu-satunya perintah Allah Swt yang menggunakan kata katsira (banyak) adalah perintah zikir kepada-Nya sebagaimana firman Allah Swt:

“Hai orang yang beriman, berzikirlah kamu kepada Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya” (33:41).

Untuk menggambarkan betapa penting zikir bagi seorang muslim, Rasulullah saw mengumpamakannya antara orang yang hidup dengan orang yang mati, ini bererti zikir itu akan menghidupkan jiwa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:

مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَيَذْكُرُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berzikir seperti orang hidup dan orang mati (HR. Bukhari).


2. Mengagumi

Orang yang cinta kepada Allah swt akan kagum terhadap kebesaran dan kekuasaan-Nya, kerananya ia akan selalu memuji-Nya dalam berbagai kersempatan sebagaimana yang tercermin pada firman Allah swt: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (QS 1:2)

Kekagumannya kepada Allah swt tidak akan membuat kekagumannya kepada selain-Nya melebihi kekagumannya kepada Allah swt meskipun mereka mencapai kelebihan dan kekuasaan yang besar kerana semua itu memang tidak akan dapat mencapai kebesaran dan kekuasaan Allah, bahkan semua itu sangat kecil dimata Allah swt.


3. Ridho

Orang yang cinta bererti redha dengan yang dicintainya, kerana itu bila seseorang cinta kepada Allah swt, maka iapun redha kepada segala ketentuan-ketentuan-Nya sehingga bila ia diatur dengan ketentuan Allah swt, maka ia tidak akan mencari aturan lain, kerana hal itu hanya membuat ia menjadi tidak sesuai menjadi seorang mukmin sebagaimana firman-Nya:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS 33:36).


4. Berkorban

Tiada cinta tanpa pengorbanan, begitu pula halnya dengan cinta kepada Allah swt yang harus ditunjukkan dengan pengorbanan di jalan-Nya. Dalam hal apapun, manusia harus berkorban dengan segala yang dimilikinya. Orang yang bercinta pasti dituntut berkorban dengan apa yang dimilikinya. Orang yang memiliki hobi atau kegemaran harus berkorban untuk dapat menyalurkan apa yang menjadi kegemarannya itu. Orang yang berjuang di jalan yang batil pun berkorban dengan harta bahkan jiwanya. Abu Jahal, Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir lainnya berkorban dengan harta dan jiwa mereka. Orang-orang munafik untuk maksud kemunafikannya juga berkorban dengan apa yang mereka miliki, meskipun pengorbanan mereka hanya akan menimbulkan penyesalan bagi mereka, Allah Swt berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkah harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahannamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan” (QS 8:36).

Bila mereka yang berjuang di jalan yang batil pun mahu berkorban, apalagi dalam perjuangan di jalan yang haq. Kerana itu sifat pejuang sejati adalah mahu berkorban dengan harta dan jiwanya, dan cinta kepada Allah swt bererti harus berkorban di jalan-Nya, ini merupakan kunci untuk mendapatkan syurga-Nya, Allah Swt berfirman:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (QS 9:111).


5. Takut

Salah satu sikap yang harus kita miliki sebagai tanda cinta kepada Allah swt adalah rasa takut kepada-Nya. Takut kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita terus menjauhinya, tapi takut kepada Allah Swt adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang boleh mendatangkan murka, siksa dan azab Allah Swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah Swt sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Ada banyak ayat yang membicarakan tentang takut kepada Allah dan perintah Allah kepada kita untuk memiliki sifat tersebut, satu diantara ayat itu adalah firman Allah Swt:

“Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seseorangpun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan” (QS. 33:39).

Adanya rasa takut kepada Allah Swt, membuat kita tidak berani melanggar segala ketentuan-Nya. Yang diperintah kita kerjakan dan yang dilarang kita tinggalkan. Sementara kalau seseorang telah melakukan kesalahan dan ada jenis hukuman dalam kesalahan itu, maka orang yang takut kepada Allah tidak perlu ditangkap dan diperiksa, tapi dia akan menyatakan sendiri kesalahannya itu lalu minta dihukum di dunia ini, sebab dia merasa lebih baik dihukum di dunia daripada di akhirat nanti yang lebih dahsyat. Takut kepada Allah memang membuat seseorang akan memperbanyak amal soleh dalam hidup di dunia ini, Allah Swt berfirman:

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (dihari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan”. (QS. 76:8-10).


6. Raja’ (Berharap)

Cinta kepada Allah swt juga membuat seseorang selalu berharap kepada-Nya, yakni berharap mendapatkan rahmat, cinta, redha dan pertemuan dengan-Nya yang membuat ia akan selalu meneladani Rasulullah saw dalam kehidupannya di dunia ini, Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS 33:21).


7. Taat

Ketaatan kepada Allah merupakan sesuatu yang bersifat mutlak, kerananya manusia tidak bisa mencapai kemuliaan tanpa ketaatan, untuk itu jangan sampai manusia mendahului ketentuan Allah Swt atau mengabaikan-Nya, Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS 49:1).

Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya, kerana itu dengan sebab para sahabat ingin menjaga citra kemuliaanya, maka mereka contohkan kepada kita ketaatan yang luar biasa kepada apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada Allah, kerana itu bila manusia tidak mahu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah memberikan jaminan pemeliharaan dari azab dan siksa Allah Swt, di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman:

“Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka” (QS 4:80).

Manakala seorang muslim telah mencintai Allah swt, maka ia akan memperoleh kecintaan dari-Nya, ini akan membuatnya bisa menjalani kehidupan dengan baik.

Disampaikan 9 November 2010
Fase Makkiyah :
a. Prioritas Aqidah
b. Sirriyatud Dakwah jika belum banyak pendukung
c. Dukungan Abu Thalib terhadap nabi : figut/tokoh masyarakat/politik/milliter
d. DUkungan dakwah boleh dari non muslim
e. Ke Thaif setelah dakwah di mekkah
f. Prioritas object dakwah Al Azrab dan kegigihan berdakwah
g. Tawaran dakwah rasul kepada setiap pendatang di musim haji, dakwah  harus kepada seluruh lappisan
h. Markaz dakwah Al Arqam sebagai tempat yang aman.
i. Sabar dalam cobaan 

SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

1. Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah

Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka umumnya beragamawatsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.

2. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul

Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah.

Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.

Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.

Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.

3. Ajaran Islam Periode Mekah

Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:

a. Keesaan Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan

STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:

1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun

Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).

Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:

۞    Abdul Amar dari Bani Zuhrah

۞    Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris

۞    Utsman bin Affan

۞    Zubair bin Awam

۞    Sa’ad bin Abu Waqqas

۞    Thalhah bin Ubaidillah.

Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).

2. Dakwah secara terang-terangan

Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216.

Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:

  1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
  2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.

Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).

Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:

۞    Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.

۞    Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.

۞    Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.

Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.

3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW

Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:

  1. Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
  2. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
  3. Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
  4. Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.

Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain:

۞    Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.

۞    Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.

Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.

Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.

Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.

Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).